tag:blogger.com,1999:blog-42368491858062545992023-07-17T21:58:58.854-07:00Kumpulan TulisanUnknownnoreply@blogger.comBlogger8125tag:blogger.com,1999:blog-4236849185806254599.post-41714533365142078262011-12-27T09:17:00.001-08:002011-12-27T09:17:45.527-08:00Indische Klerk (GPI) Vs GBMSetelah beberapa waktu penasaran dengan istilah GBM GPI, akhirnya penasaran itu hilang juga setelah pdt Vensen Siar dan Pdt Dr. Campbel Nelson menerangkannya melalui Forum Komar (thanks 4 infonya pak Vensen dan my lecturer pak Campbel). tapi infonya masih pelit, karena tidak menjelaskan lebih dalam tentang hal tsb (apa karena pertanyaannya hanya berhubungan dengan mohon konfirmasi, atau beranggapan bahwa semua su balajar Sejarah gereja jadi su seharus tahu???) What ever alasannya, rasa penasaran ini dituangkan dengan bertanya pada om wiki (wikipedia). dan eng ing enggg... dapat lengkapnya. kebutulah om wiki sonde keberatan untuk beta share dia pung ilmu, maka melalui media ini beta coba sampaikan tentang Indische Klerk berdasarkan infonya dari om wiki.<br /> <br />yuuup begini infonya....<br /> <br />konon kabarnya (versi om wiki) Gereja Protestan di Indonesia (GPI) lahir di Ambon, Maluku pada tahun 1605, dengan nama De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie, atau lebih dikenal dengan Indische Kerk seperti yang sudah dikatakan oleh pak Campbel.ini adalah gereja hasil zending Belanda di Indonesia (kalau sonde salah). dari Ambon, GPI atau Indische Klerk (what everlah namanya) kemudian pindah ke Jakarta karena bos-nya yakni Gubernur Jenderal berpindah ke jakarta atau yang doloe oerang sebut Batavia. Waktu pindahnya menurut om wiki tahun 1619. Gereja ini melanjutkan jemaat yang sudah ditinggalkan oleh misi portugis dan semakin luas yang meliputi: Maluku, Minahasa, Kepulauan Sunda (doloe: NTT dan Sumbawa, Bali), Jawa dan Sumatra. nah Indische Kkerk yang sudah disarani dalam nama bahasa Indonesia ini dengan sebutan Gereja Protestan di Indonesia (GPI) salah satunya ada di NTT yang namanya GMIT<br /> <br />ok, untuk konteks GPI ataupun Indische Klerk beta pikir su jelas (kalau ada yang belum jelas, anggap saja su jelas eee...), tapi karmana lagi dengan embel-embel Gereja Bagian Mandiri di depan GPI itu.... tenang om Wiki ju sudah kasih tahu...<br /> <br />Pada awalnya hanya ada satu gereja yang namanya tadi Indische Klerk di Indonesia yang wilayahnya sangat luas. saking karena luasnya (karena meliputi seluruh Indonesia) maka di beberapa daerah timbul persoalan dalam pelayanan (katong bayangkan saja pada konteks bernegara, jika tidak ada kabupaten atau propinsi, maka betapa sulitnya kita urus sesuatu hingga jakarta). nah atas dasar itulah, para pendeta melakukan pertemuan pada tahun 1927 untuk menjawab masalah pelayanan (kira-kira mirip ke sidang Sinode GMIT ko sonde eee???)<br /> <br />Sebenarnya seh ada banyak perbedaan pendapat yang muncul dalam pertemuan tersebut dalam rangka menjawab persoalan pelayanan. apakah gereja harus berdiri sendiri? Tapi bagaimana dengan keesaan gereja kalau geereja itu berdiri sendiri? barangkali 2 hal ini menganjal dalam upaya mencari jalan keluar. hal-hal yang menganjal itu akhirnya terpecahkan. dengan di pimpin oleh Roh Kudus, para pendeta menghasilkan butir kesepakatan sikap yakni keesaan gereja tetap dipertahankan tetapi wilayah-wilayah yang memiliki kekhususan diberi kemandirian yang lebih besar untuk mengatur pelayanannya sendiri. Sikap dalam pertemuan ini kemudia dibawa pada Rapat Besar tahun 1933 dan hasilnya jemaat-jemaat di Minahasa, Maluku, dan Timor diberikan keleluasan untuk menjadi gereja mandiri dalam persekutuan De Protestantsche Kerk in Nederlandsch–Indie.<br /> <br />Barangkali inilah yang menjadi dasar pemakaian istilah Gereja Bagian Mandiri Gereja Protestan Indonesia. menurut om Wiki sekarang ada ada 12 gereja bagian mandiri Indische Klerk atau GPI dengan pembagiannya sebagai berikut:<br />Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang pertama kali dimekarkan yakni pada tahun 1934<br /> Gereja Protestan Maluku (GPM) yang dimekarkan satu tahun kemudian yakni 1935<br />Gereja Masehi Ijili di Timor (GMIT) yang baru dimekarkan pada tahun 1947, konon kabarnya keterlamnatan ini diakibatkan pada pecahnya perang dunia II<br />Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) yang dimekarkan pada tahun 1948 pada Sidang Sinode di Bogor. pemberian nama ini ditujukan pada jemaat Indische Klerk yang berada di bagian barat dari GMIM,GPM dan GMIT. pada sidang ini juga sebutan Indische klerk "dipermandikan" dengan nama Gereja Protestan di Indonesia<br />Gereja Protestan Indonesia di Donggala (GPID) yang dimekarkan pada 1964)<br />Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-Toli (GPIBT) yang dimekarkan pada tahun 1964<br />Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG) yang dimekarkan pada tahun 1964<br /> Gereja Kristen Luwuk Banggai (GKLB) yang dimekarkan pada tahun 1976<br />Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPI Papua) pada tahun 1985<br />Pada tahun 2000 jemaat-jemaat di daerah Banggai Kepulauan dimekarkan menjadi gereja yang mandiri dengan nama: Gereja Protestan Indonesia Banggai Kepulauan (GPIBK).<br />yang kesebelas dan kedua belas merupakan gereja lain yang menyatakan diri masuk ke dalam lingkungan GPI yaitu: Indonesian Ecumenical Christian Church (IECC)pada tahun 1998 dan Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA) pada tahun 2002.<br /> <br />Eh sebelum beta capek tulis, b hanya mau tambahkan satu point yang beta dapat dari om wiki tentang konsep keesaan yang wajib dikuti oleh seluruh anggota. point keesaan itu antara lain :<br />Sidang-sidang gerejawi yang dilakukan satu kali setahun dan satu kali lima tahun untuk evaluasi dan penyusunan program kerja yang bersifat ekumenis.<br />Dokumen keesaan yang diterima dan diberlakukan dalam pergaulan ekumenis antara GBM ini yaitu: Pemahaman Iman GPI, Kepejabatan, dan Peribadahan.<br />Komitmen bersama bahwa GBM-GPI sebagai gereja saudara tidak boleh mendirikan gerejanya dalam wilayah gereja yang lain. Dengan komitmen ini maka apabila warga jemaat dari satu GBM yang karena tugas, berpindah ke satu wilayah lain di mana GBM yang lainnya sudah ada maka mereka dianjurkan untuk masuk dalam GBM itu (untuk yang satu ini Auto kritik pada GMIT yang masih menjadi anggota GBM-GPI: kenapa mendirikan GMIT di Batam yang dari kesepakatan masuk wilayah GPIB?)<br />Memiliki akar tradisi ajaran gereja yang sama termasuk sakramen, yaitu baptisan dan perjamuan kudus.<br /> <br /> <br />terakhir GBM PGI bukan Super Church. GBM PGI hanya merupakan Gereja yang mengakui keesaan tetapi menyadari akan keperbegaiannya. Oleh karena itu GPI merupakan satu dari kepelbagaian.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4236849185806254599.post-38968993505620670732011-12-27T09:10:00.000-08:002011-12-27T09:15:34.797-08:00CHANGE THE WAY OF US SEES THE WORLDKemarin dunia berduka dengan meninggalnya Steve Jobs. Siapa yang tidak mengenal teman serta musuh bebuyutan Bill Gates itu? kalau anda pengagum Apple, anda pasti akan sangat mengagumi seorang pemuda putus sekolah berumur 21 tahun yang mendirikan Apple Computer Co.<br /> <br />Kalau anda pengguna iPod, iTunes, iPhone, Ipad,PC maupun Notebook/Netbook Apple dengan OS Machintosnya, pasti akan sangat mengenal kakek berumur 56 tahun (lahir di San Francisco, California, Amerika Serikat, 24 Februari 1955) yang baru saja tutup usia akibat kanker pankreas dan menjalani transplantasi hati pada 2009. Anda yang suka berpidato juga pasti sangat terinspirasi pada Pidato <span style="font-weight:bold;">" THERE IS SOMETHING IN THE AIR"</span> ketika meluncurkan produk Notebook yang diberi nama "Macbook Air, sebuah komputer yangtertipis dan teringan di dunia hingga bisa dimasukkan pada sebuah amplop.<br /> <br />Teman-teman saya di Inspirit Jakarta, saking mengidolakan kakek Steve menjadikan kantor mereka sebagai "Pusat Apple" bahkan dalam pelatihan yang difasilitasi mereka, ujung-ujung ada iklan terselubung tentang produk Apple. lantas mengapa kakek ini begitu diidolakan? apa sih sisi lebih dari seorang kakek ini sehingga teman-teman saya di Inspirit bahkan menjadikannya "Dewa" dan produk Apple menjadi instrumen penting yang tidak bisa di tinggalkan?<br /> <br />Barangkali kata yang diucapkan oleh Presiden Amerika Barack Obama dalam ungkapan dukanya bisa mencitrakan mengapa orang ini begitu dipuja. <span style="font-weight:bold;">"HE CHANGE THE WAY OF US SEES THE WORLD"</span>, Kata Barack Obama, atau kalau dalam katong pung bahasa : " Itu bapatua tu su rubah katong pung cara pandang pada dunia". yah memang kakek Steve sudah rubah cara pandang kita pada dunia. Kakek Steve membuktikan bahwa tidak ada satu yang mustahil yang penting ada kemauan dan mau merubah cara pandang kita. Kakek Steve berhasil merubah komputer yang dahulu sebesar gedung menjadi sesuatu yang seringan udara, Kakek Steve juga sudah mengajarkan kita untuk jangan terkukung pada pola pikir apatis, ragu dan memandang pada persoalan yang harus selesaikan (deficit thinking) menjadi berpikir yang dinamis, positif terhadap berbagai realita (positive thinking/strenght thinking).<br /> <br />Pengalaman hidup dan semangat juang Kakek Steve sejalan dengan konsep berpikir sekarang yang dimotori oleh konsep berpikir appreciative inquiry dengan metode 4 D (<span style="font-style:italic;">Discover</span>-Menemukan,<span style="font-style:italic;">Dream</span>-Bermimpi/impian,<span style="font-style:italic;">Design</span>-Merancang,<span style="font-style:italic;">Destiny</span>-Tujuan). Tak heran para businessman yang berhasil, selalu menerapkan konsep AI ini, atau menerapkan metode sejenis yakni <span style="font-style:italic;">Strength Based Aproach</span>/Asset Based Aproach. bagi mereka yang sejalan dengan konsep kakek Steve, lupakankan segala masalah yang ada, marilah kita "bermimpi" dan men<span style="font-style:italic;">design</span> cara untuk menggapai mimpi tersebut. sudah bukan jamannya lagi kita mengeluh bahwa kita orang yang berkekurangan. sudah tidak jaman lagi kita mengungkapkan "setengah mati" (<span style="font-style:italic;">negative/deficit thingking</span>) karena masih ada "setegah hidup" (<span style="font-style:italic;">Positive thinking</span>) yang akan memampukan kita untuk melawan (<span style="font-style:italic;">struggle</span>) yang setengah mati itu..<br /> <br />Kemarin warga GMIT baru menyelesaikan suatu peristiwa akbar yakni SS yang membahas "mimpi" GMIT dalam 4 tahun ke depan serta mendesign cara untuk menggapai mimpi serta siapa orang yang dipercaya oleh Warga GMIT untuk mendrive program yang didesign untuk mencapai mimpi tersebut. kita sadari ada banyak kekurangan yang terjadi, kita sadari banyak praktek busuk yang terjadi, dan kita sadari juga ada banyak hal-hal negatif yang terjadi disana.. tapi tidakkah kita sadari bahwa negatif bisa ada karena ada positif? bukankan kita baru bisa memaknai malam karena ada siang itu? bukankan orang china sangat mengakui bahwa Ying akan menjadi sempurna karena ia bergabung dengan Yang? Saya tidak mau mengatakan bahwa dua hal ini saling melengkapi tapi yang ingin saya tekankan bahwa PASTI ada sisi positifnya dalam SS tersebut. marilah kita hilangkan energi yang terkuras karena memikirkan yang negatif agar timbul semangat baru untuk maju dengan menerima energi positif yang lahir dari menggali (<span style="font-style:italic;">discover</span>) hal-hal positif di SS atau yang pernah dialami oleh GMIT untuk diambil hikmahnya (<span style="font-style:italic;">Best Practice</span>).<br /> <br />Hal yang sama juga saya inginkan terjadi pada upaya GMIT dalam mengupayakan Pemberdayaan Ekonomi Jemaat. mungkin saya agak naif dalam membaca maksud Pemberdayaan Ekonomi Jemaat, karena dalam kacamata naif saya, konsep ini melihat jemaat sebagai suatu kelompok yang tidak berdaya, sehingga paraklerus/presbiter atau petinggi jemaat merasa perlu untuk memberdayakan mereka. tapi dengan memakai kacamata terbalik (<span style="font-style:italic;">Change The way You look</span>) kita bisa dapatkan hal positif bahwa jemaat kita bukanlah jemaat yang miskin. barangkali kita perlu belajar dari pedagang bugis ataupun mas jawa yang masuk keluar kampung untuk berjualan barang karena kacamata positif mereka melihat bahwa jemaat yang dalam pandangan kita adalah tidak berdaya secara ekonomi, adalah jemaat yang berduit yang bisa dimaksimalkan untuk kentungan mereka..<br /> <br />Berkaca pada kakek Steve, marilah kita melihat jemaat kita tidak lagi sebagai obyek pemberdayaan, tapi biarlah mereka dijadikan subyek pemberdayaan, karena yang mengenal diri mereka baik sisi positif dan negatif adalah diri ,mereka sendiri dan bukan petinggi jemaat.. Marilah kita ubah cara pandang kita..<span style="font-weight:bold;">CHANGE THE WAY OF US SEES THE WORLD<span style="font-style:italic;"></span></span>.. SALAMUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4236849185806254599.post-47480190750081105922010-05-11T21:09:00.000-07:002010-05-11T21:10:28.338-07:00POTRET DEMOKRASI ( Sebuah Refleksi )By; Patje Saubaki<br /><br /> Proses berdemokrasi dalam subtansinya dapat juga dipahami sebagai dialog yang terbuka dan fair sebagai manifestasi terbukanya ruang partisipasi masyarakat sebagai pemilik kedaulatan yang sah. Pemahamam ini penting guna menghindari model demokrasi prosedural yang sering memposisikan rakyat sebagai obyek dan alat legitimasi terhadap lahirnya suatu produk kebijakan. Yang dimaksud dengan demokrasi prosedural adalah berputarnya sebuah gagasan/ide sampai menjadi keputusan publik hanya dilembaga demokrasi formal ( eksekutif, legislative dan Yudikatif ), dan tidak memberikan ruang bagi partisipasi rakyat secara terbuka dalam dialog-dialog yang interaktif dan jujur, dan dampak atau konsekwensi dari demokrasi prosedural yakni menempatkan masyarakat hanya sebagai yang pasif atas sinetron politik nasional dan local. salah contohnya adalah, dalam konteks Nusa Tenggara Timur/NTT misalnya ; dalam proses lahirnya suatu produk kebijakan seperti Perda jarang sekali melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses tersebut, hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk pengingkaran dan penghianatan terhadap demokrasi, karena negara yang demokratis akan menempatkan rakyat sebagai pemegang otoritas tertinggi <br /><br /> Demokrasi berasal dari bahasa Yunani “Demos” yang berarti rakyat dan “kratos” yang berarti kekuasaan. sering didefinisikan sebagai “kekuasaan yang ada di tangan rakyat”. Dan adapula yang mendefinisikan, pemerintahan yang diselenggarakan berdasarkan kekuasaan rakyat, atau sebuah sistem pemerintahan di mana rakyat memegang otoritas tertinggi, dan dalam demokrasi ini memiliki prinsip atau nilai –nilai sebagai “ rambu – rambu “ dalam sebuah kehidupan bernegara. Nilai – nilai tersebut antara lain : Keterbukaan/transparansi, toleransi, partisipasi, independen, egaliter, solidaritas, keadilan jender, dll.<br /> <br />Pada umumnya orang-orang mengidentifikasi prinsip-prinsip dasar demokrasi sebagai suatu dasar atau alas yang harus dipenuhi dalam rangka pencapaian suatu kehidupan yang lebih demokratis. Prinsip-prinsip ini biasanya dicantumkan dalam kesepakatan-kesepakatan, Kebijakan atau aturan-aturan adat pada suatu komunitas yang demokratis. <br />Realitas kehidupan bangsa ini yang dilagukan sebagai negara demokrasi dapat kita saksikan ternyata melalui dinamika politik dari masa kemasa, dari rejim Soeharto sampai saat ini, ternyata tidak cukup memberikan perubahan sikap negara terhadap masyarakat secara signifikan. Posisi rakyat sebagai warga negara tetap tidak dipandang sebagai pemilik mandat yang sah atas negara. Rakyat hanya diciptakan sebagai elemen legitimasi formal tampa keterlibatan aktif dalam kerja-kerja pengambilan kebijakan publik.<br />Dalam konteks hubungan seperti ini sangat sulit diharapkan negara serius melakukan pendidikan hak-hak sipil ( kewarganegaraan ) guna membangun kesadaran kritis masyarakat, sebaliknya pendidikan dijadikan negara sebagai media hegemoni kepentingan negara atas masyarakat dan pendidikan juga menjadi praktek kebohongan publik yang halus dan sistimatis atas hak-hak politik dan sipil warga negara. ( contoh kasus; pelajaran PSPB dan P4 yang telah digugat keberadaanya sehingga telah dihapus dari kurikulum nasional).<br />Untuk itu perlu ada gerakan perubahan yang mampu mengerakan kesadaran kritis dan meningkatkan prilaku –prilaku demokratis masyarakat. Gerakan ini dapat dilakukan oleh kita secara bersama – sama baik secara lembaga maupun individu, melalui diskusi – diskusi yang demokratis bersama masyarakat dalam menggali dan mencari jalan keluar atas persoalan yang tengah mereka hadapi.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4236849185806254599.post-54167070274782430992010-05-11T21:06:00.001-07:002010-05-11T21:07:04.178-07:00PIILIH “PARTAI & POLITISI BUSUK?” MENUAI PEJABAT PUBLIK KORUP & MERESAHKAN RAKYATBy Lambe Kanisius<br /><br />Apakah anda tahu bahwa anda adalah rakyat dari sebuah negara yang namanya Indonesia? Apakah anda tahu bahwa anda adalah rakyat dari daerah propinsi, kabupaten dan kota yang anda diami? Sebagai rakyat, apakah anda tahu bahwa bangsa Indonesia berada pada rangking 6 negara TERKORUP di dunia dan rangking 3 TERKORUP di Asia?<br />Apakah sebagai rakyat anda tahu pejabat publik di legislative, eksekutif di daerah anda yang sekarang sementara menjabat pernah atau ”terindikasi” melakukan korupsi dan sejenisnya? Apa anda tahu bahwa penegakan hukum di Indonesia khususnya di daerah anda dalam prakteknya berusaha melindungi kepentingan penguasa dan hanya hebat memenjarakan rakyat kecil? <br />Sebagai rakyat, apakah anda tahu bahwa bangsa yang dikenal beradab ini ternyata pelaku pelanggaran HAM tertinggi di dunia? Sebagai rakyat, apakah anda tega kalau lembaga negara seperti legislative, eksekutif, judikatif bercokol orang-orang yang hanya berorientasi merubah nasib menjadi kaya (cara cepat kaya raya) dan tidak memperjuangkan hak dan nasib anda(rakyat)? Sebagai rakyat apakah anda tidak malu ketika negara ini didikte negara lain karena tidak mampu mengembalikan pinjaman/utang luar negeri? Sebagai rakyat apakah anda tahu uang/utang pinjaman luar negeri itu yang membayarnya adalah anda? <br />Sebagai rakyat apakah anda tahu bahwa sumber daya alam/SDA (hutan, tambang, minyak bumi) di negara ini dan khususnya di daerah anda telah “habis” dieksploitasi dan membawa keuntungan bagi segelintir orang di lingkaran elite kekuasaan dan menyisahkan kerusakan lingkungan?….dan masih banyak litan masalah lainnya yang telah menjerumuskan rakyat, negara ini, daerah anda dan saya kepada situasi krisis ekonomi/moneter serta kemiskinan yang tak terpenggalkan dan tak kunjung tuntas terselesaikan, <br />Tentang konflik horizontal antara rakyat dengan rakyat, bukan tidak mungkin selalu diskenarioi oleh elite kekuasaan? Tentu saja dengan berbagai motif dan kepentingan yang merangkak di dalamnya. Singkatnya, bahwa kolom ini tidak cukup luas untuk di isi beragam litany persolan dan beban yang di pikul negara ini, apalagi rantai litany persoalan di tingkat local/daerah yang terus membayangi hidup dan masa depan anda sebagai rakyat yang bisa jadi akan sangat suram. Memang tidak disangkal bahwa ragami persoalan itu semata adalah karya para elite politik di puncak kekuasaan, sudah pasti sebagai rakyat, kita (saya dan anda) juga bahkan memamainkan peran pada hampir semua soal-soal tersebut dengan takaran keterlibatan berbeda,bukan?<br />Sebahagian politisi di tingkat nasional dan local cukup geram menyikapi gerakan “Jangan Pilih Politisi Busuk” yang di motori beberapa Non Government Organisation/NGO (LSM) dan mahasiswa pada 2003 lalu, dengan nada miring serta celotehan yang kekanak-kanakan para politisi itu bersilat lidah. Mereka mengemukakan sejumlah argumentasi solo dan koor “bernada kesal” serta cengeges, bahwa gerakan jangan pilih politisi busuk itu hanyalah imajinasi dari sekelompok orang yang tidak mendapat tempat di tengah masyarakat. Ina Lilahi Wainailahi Rojiun...Celaka nian…Apakah politisi ini sudah buta? Sesungguhnya para politisi seperti ini tidak memiliki ketajaman nalar analisis dan kepekaan sebagai mahkluk manusia untuk mengetahui masalah bangsa dan penderitaan rakyatnya. Tidak tahukah para politisi itu, bahwa gerakan jangan pilih politisi busuk dilecutkan karena ulah elite politik kekuasaan?, selama ini rakyat telah diperalat hanya untuk mencapai kepentingan pendek dan melanggengkan kekuasaan, dan kekuasaan elite politik kemudian sampai hari ini terus “berkubang” dalam prilaku represif, korupsi, melanggar hak asasi manusia/rakyat, merusak dan mengeksploitasi sumber daya alam. Bukankah tingkah elit kekuasaan seperti itu adalah jelmaan dari “watak politisi busuk?” Maaf…saya sedikit emosional , maklum sebagai rakyat saya sangat tersinggung.<br />Lalu kenapa dengan “politikus busuk”, kenapa rakyat “diharuskan” jangan pilih politisi busuk pada pemilu 2004?. Sesungguhnya, saya sangat yakin, bahwa sebagai rakyat anda sudah tahu segala sesuatunya perihal “politisi busuk” dan kenapa jangan pilih tipe politikus seperti itu. Memang tidak wajib hukumnya untuk mematok hanya/membuat gelar “polikus busuk” silahkan anda menyebutnya dengan gelar lain versi anda sebagai rakyat. Misalnya yang sudah mengemuka, “politisi bermasalah”, “politisi tersangka”, “politisi terdakwa”, “politisi amoral”, dan lain-lain sebutan, karena sebagai politisi dia/mereka telah dan akan merugikan negara lalu meresahkan rakyat.<br />Apa sesungguhnya ukuran bagi seorang politisi sehingga di hakimi sebagai “politikus busuk”? atau apapun namanya. Pada litani persoalan kenegaraan terdahulu di atas telah di ungkapkan, namun penulis yakin itu belumlah cukup. Politikus yang ada di negara ini baik yang sementara berkuasa ataupun yang lagi giatnya berjuang meraih kekuasaan, semuanya berangkat dari berbagai latar belakang yang beragam, bisa jadi sebelumya seorang politisi bukan orang yang di kenal rakyat alias orang yang biasa-biasa saja, berlatar pengusaha, swasta, pensiunan Sipil/militer/polisi, berlatar aktivis (LSM, OKP, Mahasiswa), berlatar aktivis agama/pegiat agama, berlatar jurnalis, berlatar akademisi/ guru dan lain sebagainya, aktif di salah satu partai ataupun dipungut dari jalanan. Setidaknya pada latar belakang kehidupan tersebut diketahui karier dan jalan hidupnya oleh masyarakat, dari pergaulan dan pola hidup di tingkat keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan pekerjaan dan masyarakat umum. <br />Sejauh ini ukuran seorang digelarkan sebagai politikus busuk dan gelar lainnya itu dan namanya telah dicalonkan oleh partai politik, adalah seorang politikus sebagai Calon DPR/D,DPD, Presiden/Wapres yang tersangkut perkara pidana, terutama KASUS KORUPSI yang telah berstatus pidana + Seorang politikus calon DPR/D,DPD,legislative, Presiden/Wakil Presiden yang “terindikasi” terlibat KASUS KORUPSI dan kasus PIDANA lainnya dan telah berstatus tersangka + Seorang politikus Calon DPR/D, yang selalu berpindah-pindah partai (POLITISI BUNGLON) terutama mereka yang masih menduduki kursi DPR/D saat ini + Seorang Politisi Calon DPR/D,DPD,Presiden/Wapres yang dalam perjalanan karirnya diindikasikan atau tersangka pelaku PELANGGARAN HAM +Seorang politikus Calon DPR/D,DPD,Presiden/Wapres yang dalam karirnya atau sementara menjabat terindikasi sebagai Pelaku Kejahatan Lingkungan Hidup (Terlibat Konspirasi kejahatan Lingkungan Hidup) atau merampas Sumber Daya Alam/SDA Rakyat(Masyarakat Adat) + Seorang Politikus Calon DPR/D,DPD,Presiden/Wapres yang dalam karis/hidupnya pernah terlibat kejahatan Obat-obat terlarang/NARKOBA + Seorang Politikus Calon DPR/D,DPD, Presiden/wapres pernah melakukan tindakan kekerasan terhadap Perempuan (pemerkosaan)/Kekerasan dalam Rumah Tangga + Seorang Politikus Calon DPR/D,DPD, Presiden/Wapres yang diduga kuat/memiliki Wanita simpanan dan laki-laki simpanan + Seorang Politikus Calon DPR/D, DPD,Presiden/Wapres dengan status pendidikan tidak jelas/ Menggunakan Ijasah Palsu/Ijasah Persamaan pada setiap jenjang pendidikan-SLTP-SLTA + Seorang Politikus Calon DPR/D yang sementara duduk di DPR/D dan pada pemilu sebelumnya pernah menyampaikan janji-janji bual dan membohongi rakyat + Seorang Politikus Calon DPR/D,DPD, Presiden/Wapres yang menggunakan “Politik Uang” + Seorang Politikus Calon DPR/D,DPD, Presiden/Wapres pendukung status Quo atau anti perubahan…silahkan menambah daftar kebusukan lainnya….dan sebagainya perilaku Politikus dengan latar belakang karir atau perjalan hidup pernah melanggar hukum, norma kesusilaan hidup bermasyarakat dan etika politik yang demokratis. Sementara yang dimaksudkan sebagai “Partai Politik Busuk” adalah Partai politik yang mencalonkan politikus busuk /terdakwa/ tersangka dan sebagainya yang mengangkangi norma hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara + Partai Politik yang mencalonkan “orang Jompo”/usia di atas 55 tahun + Partai politik yang mencalonkan caleg yang sudah “tumbuh ekor/akar” di legislative + partai politik yang sumber dananya tidak jelas ataupun telah menumpukan “uang rakyat” cukup lama + Partai Politik yang mempertahankan status Quo dan anti Perubahan serta partai politik yang tidak pernah melakukan pendidikan politik etis, demokratis dan rasional bagi rakyat.<br />Kemudian apa hubunganya Perilaku politikus seperti di atas dengan pelaksanaan PEMILU pada 2004 yang akan datang? Pemilu 2004 di yakini sebagai pemilu transisi. Bahwa kondisi negara kita seperti faktanya sekarang ini, PEMILU 2004 setidaknya terjadi pergantian posisi elite kekuasaan baik di tingkat nasional ataupun daerah. Coba anda bayangkan kalau pemilu kali ini hanya mempu menuai pejabat publik/negara yang ternyata adalah terdakwa, tersangka, terindikasi melakukan KORUPSI dan tindakan PIDANA lainnya? Serta perilaku amorar lainnya seperti itu menjadi pejabat publik/negara apa yang anda harapkan dari mereka. Saya tidak bermaksud mencela dan mengakhiri karir dan hidup mereka, tetapi bisakah kita memikirkan dan berbuat agar bangsa ini kedepanya lebih baik dan tidak lagi berkutat dalam “Lumpur kegagalan dan kecemasan” yang tidak perlu lagi. Pada PEMILU 2004 dengan hasil yang baik dan berkualitas tidak hanya proses tapi “kemasan produknya” salah satu kesempatan kita merubah bangsa ini menjadi lebih beradab dan tidak di cela berulang-ulang oleh kita sendiri apalagi oleh bangsa lain.<br />Yang paling penting untuk dipahami, bahwa PEMILU 2004 sangat berbeda proses dan tata cara pelaksanaanya, sebuah kesempatan menuju perbaikan, perubahan/reformasi yang telah mengorbankan ratusan bahkan ribuan nyawa pada peristiwa sejarah kemarin. Apa bedanya dengan pemilu sebelumnya? Bukankan PEMILU hanya sekedar pesta rakyat?… Bukan! Jangan sesekali PEMILU kau sebut pesta, sebab kemeriahan pemilu bukanlah tujuan tetapi hasil dari pemilu untuk 5 tahun ke depan adalah yang paling penting. Perhatikan baik-baik, Pemilu Legislatif pada tanggal 5 april 2004 dengan system proposional dan daftar terbuka, untuk memilih anggota DPR,DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota pada pemilui ini uga akan memilih secara langsung anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang akan mewakili Daerah/Provinsi di tingkat nasional. Selanjutnya pada tanggal 5 juli 2004 akan dilakukan Pemilu untuk memilih Presiden dan wakil Presiden secara langsung.<br />Sebahagian kedaulatan rakyat akan diserahkan kepada wakilnya di legislatif dan eksekutif. Dengan demikian rakyat sebagai pemilih dalam PEMILU selayaknya mengunakan hak pilihnya dengan baik dan tepat “Ibarat mesin penggiling gabah, bila mesinnya tidak mampu memnggiling gabah dengan baik maka hasil gilingan bukan butiran biji beras, tetapi gundukan gabah dan sekam yang dominan”. Demikinpun halnya, sebuah bangsa beradab harus dipimpin oleh pejabat yang beradab pula dan bukannya pejabat yang biadab dan korup. Seandainya ramalan tentang terjadinya dunia kiamat beberapa waktu lalu benar-benar terjadi, itu berarti kita tidak akan pernah melaksanakan pemilu 2004 ini, maka ramalan akan erjadinya pemilu 2009 dan pemilu selanjutnya akan lebih baik dan demokratis belum tentu terjadi jikalau pemilu 2004 berjalan dalam proses yang timpang dan menuai pejabat-pejabat negara yang Kotor dan Busuk. Kunci terakhir untuk PEMILU 2004 dengan produknya yang berkualitas ada pada tangan dan pilihan rakyat, sebab kunci-kunci lainnya seperti UU Parpol,UU Pemilu, KPU dan Panwaslu telah “patah dan jebol” oleh kelihaian “Politisi Busuk” yang tetap menjadi Calon Legislatif/Eksekutif. Pinalti penentuan ada pada pemilih, menghendaki masa depan bangsa, negara rakyat akan baik atau buruk? Tergantung kita juga.… Iya toh?.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4236849185806254599.post-78683299463011299712010-05-11T21:00:00.001-07:002010-05-11T21:01:12.589-07:00KORUPSI DAN STRATEGI ADVOKASI BELAJAR DARI PENGALAMAN ADVOKASI RAKYAT<span style="font-weight:bold;">S. Lery Mboeik – PIAR </span> <br /><br /><span style="font-weight:bold;">PENGANTAR :</span><br /><br />Korupsi merupakan salah satu masalah paling besar di negara berkembang, dan masalah itu semakin menarik perhatian begitu kita masuki dekade terakhir ini. Hampir di seluruh dunia korupsi makin lama makin menjadi biang keladi dalam pemberontakan rakyat.<br /><br />Dalam pemerintahan Presiden Nigeria Shehu Shagari ditahun 1982, Ia mengatakan bahwa adalah soal kemerosotan akhlak dinegeri kami karena ada masalah, suap, korupsi, kurangnya ketaatan akan tugas, ketidakjujuran dan segala cacat semacam itu. Setahun kemudian, pemerintah sipilnya digulingkan oleh suatu kudeta militer dimana jenderal-jenderal membenarkan diri dengan alasan perlunya pengendalian korupsi. Kekesalan tersebut akhirnya Rezim Shagari mencanangkan suatu “revolusi etis” untuk melawan korupsi dengan mencantumkan suatu kode tingkah laku bagi pegawai negeri dalam UUD Negeria tahun 1979.<br /><br />Pengalaman Nigeria sebenarnya tidak bedanya dengan pengalaman Indonesis saat reformasi hingga sekarang, yang telah menciptakan berbagai instrumen hukum, institusi kontrol tapi apa yang kita lihat dan rasakan? Resim yang terkebelakang mengkampanyekan bahwa korupsi dan ketidakjujuran tidak akan dibiarkan lagi. Kampanye ini cukup sukses terutama janji-janji untuk melawan korupsi pada era pasca Soeharto. Kenyataan yang kita dapat dari kampanye tersebut adalah segala aturan diciptakan masih sama seperti semula dengan memberikan banyak celah yang dimungkinkan untuk melakukan korupsi. Undang-undang peraturan dibuat hanya untuk menguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Dalam berbagai kasus advokasi NGO, disebut bahwa indikasi KKN lebih banyak dipraktekan oleh penguasa dan pengusaha. Bahkan lembaga-lembaga kontrol yang dipercayai rakyat untuk melakukan kontrol terhadap kinerja penyelenggara negarapun terjebak dengan tanpa beban melakukan KKN secara sadar.<br /><br />Robert Klitgard dalam buku membasmi korupsi mengatakan bahwa “pilar penyelenggaraan negara yakni para pembuat kebijakan dan politisi sendiri, tidak ingin mengatasi korupsi”. Boleh jadi mereka menggunakan kegiatan-kegiatan tidak halal untuk untuk mempertahankan status quo kekuasaan meskipun harus mengorbankan para pemberi mandat. Tentu saja korupsi mempunyai segi-segi menguntungkan bagi yang berkuasa, bukan saja sebagai sarana untuk menggembungkan kantong tetapi sebagai mekansime bagi penyelesaian politik, membina jalin relasi dan bahkan partisipasi politik.<br /><br /><br /><span style="font-weight:bold;">PIAR DAN PENGALAMAN ADVOKASI KORUPSI :</span><br /><br />“KITA BERHAK TAHU”, Kita berhak mendapatkan informasi, memberikan pendapat, mengambil keputusan dan melakukan pemantauan/pengawasan terhadap: program-program pembangunan yang dikelola pemerintah dan bukan pemerintah.<br /> <br />Tahun 2000 PIAR bekerjasama dengan ICW mengadakan sebuah lokakarya dan seminar tentang anti korupsi. Dasar pertimbangan kegiatan ini dilakukan adalah berangkat dari program JPS dan pengucuran dana-dana pembangunan yang tidak transparan. Kesaksian yang dilakukan warga bahkan kampanye yang kami lancarkan tidak cukup untuk membuka mata hati para penyelenggara negara. Tujuan kegiatan tersebut untuk memberikan penyadaran bagi rakyat tentang pentingnya anti korupsi yang dibantu dengan analisis dari berbagai aspek. Persoalan yang dimunculkan waktu itu adalah, seberapa parakah tingkat korupsi yang terjadi di Nusa Tenggara Timur. Disepakati waktu itu bahwa korupsi terjadi sejak pemerintah mengumpulkan dana-dana dari rakyat (pajak, iuran, retribusi dsb) sebagai penerimaan negara hingga pada saat dana-dana tersebut direalisasikan sebagai anggaran-anggaran pembangunan. <br /><br />Dalam buku mencabut akar korupsi, dikatakan bahwa korupsi di Indonesia diperkirakan mencapai sebesar 30 % . Bahkan persepsi dari sebagian masyarakat mencapai hingga 50 % dari seluruh dana-dana yang dikumpulkan dari rakyat.<br /><br />Pernyataan tersebut sebenarnya ingin menegaskan bahwa dari sudut kualitasnya, korupsi di Indonesia sudah berupa sistemik. Artinya korupsi telah dilakukan disemua lembaga negara dari tingkatan paling rendah hingga paling tinggi hingga disemua sektor termasuk pada lembaga hukum yang seharusnya menegakan hukum ternyata justru menjadi mafia hukum ( bisa kita kutip pernyataan Presiden Megawati beberapa waktu lalu)<br /><br />Korupsi sistemik bersifat terorganisir dan menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat, sehingga sulit dihindari bahkan cenderung diterima sebagai kenyataan yang wajar..Hasil survey lembaga independen PERC (Political and Economic Risk Consultancy) tahun 2000 Indonesia masih menjadi negara paling korup di Asia dengan mendapat nilai 9,88 pada skala 0 – 10.<br /><br />Pada era sekarang ini, lembaga-lembaga kontrol yang diharapkan dapat mengatasi persoalan ini justru terjebak dan secara sadar melakukan tindakan tersebut dengan bertopeng pada berbagai produk hukum dan kebijakan. Banyak orang mengatakan bahwa korupsi adalah budaya masyarakat. Sebenarnya tidak. Korupsi adalah budaya kekuasaan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang memiliki kekuasaan dibirokrasi pemerintahan dan pelaku swasta. Tesis tersebut dapat dibenarkan dengan melihat pada era otonomi sekarang ini.<br /><br />Desentralisasi yang merupakan sebuah prinsip pengaturan kekuasaan yang dipertentangkan dengan sentralisasi. Prinsip ini dibangun di atas filsafat tentang distribusi kekuasaan yang sudah menjadi perhatian filsuf politik sejak lama. Ia melibatkan adagium bahwa "pada prinsipnya kekuasaan harus disebarkan". Pertanyaan yang menjadi pergulatan para filsuf, ilmuwan dan praktisi sejak dulu hingga kini adalah mengapa dan bagaimana kekuasaan disebarkan? Sebenarnya, secara negatif desentralisasi dimaksudkan sebagai sistem untuk mencegah penyalahgunaan yang sangat potensial terjadi karena pemusatan kekuasaan. Secara positif dimaksudkan sebagai sistem untuk menjamin terwujudnya demokrasi.<br /> <br />Karena kekuasaan, terlepas dari besar dan kecil, dan dari siapapun yang menguasainya memiliki potensi untuk disalahgunakan. "Power tends to corrupt. Absulute power corrupt absolutely". Inilah salah satu alasan filsafati di balik prinsip penyebaran kekuasaan. Karena itu, kekuasaan tidak boleh dipusatkan di salah satu tangan, lembaga, daerah, ataupun kelompok orang. <br /><br /><span style="font-weight:bold;"><br />MENGAPA KORUPSI SULIT DIBERANTAS? </span> <br /><br />Korupsi adalah budaya kekuasaan bukan budaya masyarakat. Pendapat tersebut ada benarnya jika kita tarik pada era otonomi sekarang ini. Analisis PIAR pada kliping media-media masa di Nusa Tenggara Timur, KKN ini terjadi diberbagai tempat dan berbagai ruang. Lihat saja pengadaan mobil-mobil mewah disaat banyak rakyat berteriak lapar, APBD yang tak pro rakyat malahan korupsi dibuat bertopengkan perda, beras-beras OPK yang bermasalah (padahal dana-dana ULN), rumponisasi di Belu, pengadaan scaner dan masih banyak lagi kasus-kasus KKN.<br /><br />Data kliping PIAR sejak tahun 2001 hingga sekarang ini menemukan bahwa, tingkat indikasi korupsi di Nusa Tenggara Timur makin meningkat dan terjadi diberbagai sektor. Ini menandakan bahwa desentralisasi adalah bukan saja memindahkan locus kekuasaan dari pusat kedaerah tapi sekaligus memberikan peluang terjadinya korupsi <br /><br />Harian Pos Kupang, beberapa waktu lalu memberitahukan bahwa anggaran APBD untuk pos DPRD adalah sudah sesuai dengan peraturan pemerintah No. 110 tahun 2000. Padahal temuan JALUR adalah terjadi mark up dana APBD yang sangat melanggar PP 110 tahun 2000. Tragisnya lagi, temuan itu ditanggapi dengan pernyataan “ Kami tidak mengenal revisi tapi perubahan” dan membuat statement politik “kacihan dech lu”<br /><br />Ilustrasi tersebut menimbulkan pertanyaan tentang kesungguhan pemerintah dalam memberantas KKN. Pernyataan para elit di DPRD seolah-olah menegaskan bahwa adanya korupsi yang terlembagakan, dan korupsi yang dimainkan mereka memakai cover kebijakan publik (resmi), sementara kasus-kasus korupsi yang ada ditangani secara tak memuaskan menimbulkan kesan bahwa penanganan itu sekedar kosmetika politik. <br /> <br />Dari pengalaman PIAR menemukan beberapa hal yang teridentifikasi merupakan kesulitan pemberantasan korupsi antara lain :<br />1. Kurangnya Partisipasi Masyarakat baik itu masyarakat korban, media massa, instusi kontrol Masyarakat tidak perduli terjadi korupsi atau tidak padahal yang paling dirugikan adalah masyarakat itu sendiri. Misalnya pembangunan jalan didesa, masyarakat jarang yang tahu berapa anggaran pembangunan dan kualitas jalan yang akan dibangun. Akibatnya masyarakat tidak tahu bahwa jalan yang seharusnya bisa dimanfaatkan selama 5 tahun ternyata hanya efektif 1 tahun<br />2. Peraturan perundangan pemberantasan tindak pidana korupsi tidak memadai, contoh UU perlindungan saksi dan korban<br />3. Tidak berdayanya institusi peradilan<br />4. Tidak transparansinya informasi dari berbagai pihak<br />5. Tidak adanya strategi nasional yang jelas karena tidak adanya kemauan politik<br />6. Hubungan patronase dan kekerabatan yang cukup kuat<br /><br /><span style="font-weight:bold;">BAGAIMANA KKN DIMINIMALKAN :</span><br /><br />Pertanyaan ini sukar dijawab tapi dapat diusahakan mengingat Nusa Tenggara Timur yang adalah daerah miskin dengan memiliki human property index yang tinggi, human development yang rendah serta PDRB yang rendah bukan hal yang mudah.<br />Untuk itu berdasarkan pengalaman ada 4 langkah yang PIAR lakukan :<br />1. Tunjukan integritas pribadi dan lembaga, independen, keterbukaan, Objectivitas, Kejujuran, Kepemimpinan dan Kerahasiaan<br />2. Dokumentasi berbagai produk hukum dan kebijakan<br />3. Investigasi lapangan :Menentukan sasaran, identifikasi pelanggaran, Identifikasi pelaku utama<br />4. Melakukan analisis kebijakan dan Hukum dengan menghubungan kelembagaan yang mengelola<br />5. Membangun aliansi dengan media, institusi agama, institusi adat, Institusi peradilan, NGO dan masyarakat sipil yang peduli terhadap anti korupsi baik di tingkat lokal, regional maupun nasional<br />6. Kampanye hasil temuan<br />7. Pendidikan politik bagi rakyat tentang anti korupsiUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4236849185806254599.post-35511803286923541702010-05-11T12:38:00.000-07:002010-05-11T13:21:57.620-07:00MEMAHAMI KORUPSI DAN MODUS OPERANDINYA<span style="font-weight:bold;">Oleh. Paul SinlaEloE*)</span><br /><br />Secara etimologi, perkataan korupsi berasal dari kata <span style="font-weight:bold;">“Corruptio/Corruptus” </span> yang dalam bahasa Latin berarti kerusakan atau kebobrokan. (Soedjono Dwidjosisworo, 184 : 16). Dalam perkembangannya, Sudarto (1986 : 114-115) berpendapat bahwa istilah korupsi ini pada abad pertengahan diadopsi kedalam bahasa Inggris, yakni “Corruption” dan bahasa Belanda, yaitu “Corruptie” untuk menjelaskan atau menunjuk kepada suatu perbuatan yang rusak, busuk, bejad, tidak jujur yang disangkutpautkan dengan keuangan.<br />Pada konteks Indonesia, korupsi dipersempit maknanya menjadi setiap orang baik pejabat pemerintah maupun swasta yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. (Pasal 2 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001, Tentang Revisi Atas UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).<br />Menurut Syed Husein Alatas (1997), dalam ilmu sosiologis korupsi dapat diklasifikasikan menjadi 7 jenis, yakni : <br /><span style="font-weight:bold;">1. KORUPSI TRANSAKTIF</span><br />Korupsi yang menunjukan adanya kesepakatan timbal balik, antara pihak yang memberi dan pihak yang menerima, demi keuntungan bersama. Kedua pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut.<br /><span style="font-weight:bold;">2. KORUPSI EKSTROAKTIF</span><br />Korupsi yang menyertakan bentuk-bentuk koersi(tekanan) tertentu dimana pihak pemberi dipakasa untuk menyuap guna mencegahkerugian yang mengancam diri, kepentingan,orang-orangnya, atau hal-hal yang di hargai.<br /><span style="font-weight:bold;">3. KORUPSI INVESTIF</span><br />Korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuntungan bagi pemberi. Keuntungan diharapkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.<br />4. <span style="font-weight:bold;"> KORUPSI NEPOTISTIK</span><br />Korupsi berupa pemberian perlakuan khusus kepada teman atau yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki jabatan publik. Dengan kata lain, perlakuan pengutamaan dalam segala bentuk yang bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku.<br /><span style="font-weight:bold;">5. KORUPSI AUTOGENIK</span><br />Korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai kesempatan untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang hanya diketahu sendiri.<br /><span style="font-weight:bold;">6. KORUPSI SUPORTIF</span><br />Korupsi yang mengacu pada penciptaan suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak korupsi.<br /><span style="font-weight:bold;">7. KORUPSI DEFENSIF</span><br />Suatu tindak korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasanUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4236849185806254599.post-55557711236982203922010-05-11T12:26:00.000-07:002013-01-12T19:04:12.190-08:00Menciptakan Ruang Bagi Perencanaan Partisipasi<span style="font-weight:bold;">PRINSIP PERENCANAAN PARTISIPATIF :</span><br /><br /><span style="font-weight:bold;">Perencanaan & Penganggaran Partisipatif sekurang-kurangnya harus mendasarkan diri kepada delapan (8) prinsip, yaitu </span>:<br /> Pemberdayaan Masyarakat<br /> Transparansi Pelayanan Umum<br /> Akuntabilitas<br /> Keberlanjutan<br /> Efisiensi <br /> Efektifitas<br /> Sinergi Vertikal<br /> Sinergi Horisontal<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Prinsip-prinsip tersebut berarti:</span><br /> Perencanaan dan Penganggaran Partisipatif harus memberi ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menentukan program yang menyentuh kebutuhan nereka sendiri<br /> Pemerintah wajib mendiskusikan program dengan masyarakat kelompok sasaran<br /> Program dan Anggaran harus lebih banyak di arahkan kepada pelayanan umum<br /> Masyarakat dan Pemerintah didorong untuk bertanggungjawab terhadap pelaksanaan dan pemeliharaan hasil dan program<br /> Masyarakat didorong untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan dan pembiayaan kegiatan yang menyentuh kepentingan dasar mereka atas prakarsa mereka sendiri<br /> Program yang dilaksanakan bagi masyarakat harus menciptakan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan dan pemeliharaan hasil-hasilnya<br /> Seluruh tingkatan pemerintahan membangun program secara sinergis, agar tidak terjadi duplikasi program dan benturan kepentingan<br /> Program yang dilaksanakan oleh unit kerja yang berbeda dalam tingkatan pemerintahan yang sama, dilakukan secara sinergis, agar tidak terjadi duplikasi program dan benturan kepentingan.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">PRASYARAT BAGI RUANG PARTISIPASI:</span><br /><br /><span style="font-weight:bold;">Terdapat sekurang-kurangnya lima (5) prasyarat, yaitu:</span><br /> Pertama, Menyangkut formulasi identifikasi kebutuhan dalam proses perencanaan dan penganggaran, diperlukan metode assessment kebutuhan yang baik, kesediaan fasilitator yang terlatih dan berpengalaman, ketersediaan kriteria prioritas yang responsif terhadap kebutuhan dari kelompok masyarakat yang berbeda, serta adanya prioritas kebutuhan yang diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar dan pemihakan kelompok masyarakat miskin,<br /> Kedua, berkaitan dengan representativitas masyarakat dan rekrutmen partisipasn, diperlukan penyerahan proses seleksi pada masyarakat sendiri, melalui mekanisme pendaftaran, adanya upaya affirmative antion dengan mengundang kelompok marjinal untuk berpartisipasi, pemetaan stakeholder yang cermat dan partisipatif, serta sistem pendelegasian<br /> Ketiga, berkaitan dengan integrasi proses perencanaan dan penganggaran, diperlukan adanya informasi pagu anggaran indikatif, informasi perihal dokumen perencanaan dan anggaran dari tingkat desa/kelurahan hingga kabupaten/kota, pembahasan perencanaan dari tingkat masyarakat (perencanaan spasial) dengan dinas dan unit kerja sektoral, keterlibatan anggota DPRD dalam proses perencanaan partisipatif di tingkat masyarakat, komunikasi intensif antara masyarakat dengan pihak pengambil keputusan, dan adanya mekanisme konsultasi publik dalam pembahasan APBD.<br /> Keempat, berkaitan dengan pelembagaan partisipasi dalam perencanaan dan penganggaran, diperlukan jaminan kontinuitas penyelenggaraan forum-forum perencanaan dan penganggaran, ketersediaan mekanisme pengawalan terhadap hasil perencanaan dan penganggaran partisipatif, ketersediaan sistem feedback tentang perkembangan usulan perencanaan dan penganggaran, jaminan ketersediaan informasi perencanaan dan penganggaran yang mudah dan mudah diinterpretasi.<br /> Kelima, berkaitan dengan otonomi desa dan kehendak untuk membangun tata pemerintahan yang baik di tingkat desa, diperlukan jaminan kebijakan yang jelas mengenai AAD (Alokasi Dana Desa).<br /><br /><span style="font-weight:bold;">****(Dari berbagai sumber***)<br /></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4236849185806254599.post-34862660582000746322010-05-11T12:06:00.000-07:002010-05-11T13:21:57.633-07:00Quo Vadis Rote NdaoTanggal 13 oktober menjadi momentum pertama bagi masyarakat Rote Ndao dalam menentukan sendiri kemana kabupaten Rote Ndao ini akan diarahkan. Ibarat kapal yang sedang berlayar, maka tanggal 13 nanti para penumpang diberi kebebasan untuk menentukan kapten. Kalau dulunya, penumpang hanya duduk diam menanti keputusan dewan kapal yang bersidang mencari kapten, kini masyarakat diberikan kewenangan untuk memilih. <br />Dapatkah masyarakat memilih kapten yang bersih, bebas dari money politic di dewan kapal seperti pada proses dulu-dulunya? Pilihan yang jujur dan bebas dari intervensi primordial, uang dll akan mampu memberi arah yang jelas bagi perjalanan kapal Rote Ndao. Lantas ukuran apa yang dapat dipakai masyarakat untuk menentukan pilihan pada kapten yang baik yang harus mereka pilih agar kapal tidak karam di dasar laut? Barangkali pengalaman orang rote dalam mengarungi selat Puku Afu dapat dijadikan salah satu bahan refleksi.<br /><br />Pengalaman Puku Afu<br />Setiap hari ratusan orang rote berpergian dengan menggunakan jasa penyeberangan laut. Berbagai kondisi laut telah dirasakan, baik laut yang tenang, berombak maupun badai yang dapat mengancam jiwanya. Di saat laut tenang tidak ada komentar yang terucap. Yang ada cuma tegur sapa penumpang ataupun juga basa basi pemuda dalam rangka menarik hati pemudi yang baru dikenalnya di atas kapal. Di saat laut mulai bergelombang, ungkapan mulai beragam yang intinya mau mengungkapkan bahwa Puku Afu (Rote : Bermandikan Abu) memang laut yang ganas. <br />Pada saat mulai badai, riuh rendah suara penumpang terdengar. Semuanya bermuara pada suatu koor yang merdu dan lantang ‘Tuhan Tolong, Allahhu Akbhar”, tanpa terpikirpun bahwa kapten sementara berjuang melewati ganasnya badai. Namun setelah badai berlalu, tidak ada satupun yang mengungkapkan: “Terima kasih Tuhan, Alhamdulilah”. Yang ada hanya ungkapan: “tadi hampir tenggelam, tapi kaptennya hebat sehingga kapal tidak jadi tenggelam”. Tidak ada satupun refleksi bahwa Tuhan telah memampukan kapten untuk keluar dari bahaya tersebut.<br />Belajar dari alegori di atas, kabupaten Rote Ndao bukanlah kapal megah dan kuat seperti kapal pesiar Awani Dream yang dapat melewati badai tanpa terasa badainya. Rote Ndao bukan juga kapal Bahari Express yang mampu melewati puku afu dalam waktu 15 menit. Kapal Rote Ndao hanyalah sebuah lete-lete (perahu kayu) yang sementara berjuang melewati puku afu untuk tiba di daratan nusa lote fua funi. Untuk itu, kemampuan kaptennya sangat dibutuhkan selain meminta kepada Sang Maha Kuasa untuk melindungi penumpang lete-lete Rote Ndao.<br /><br />Badai yang Merongrong Kapal Rote Ndao (sebuah cerita).<br />Sebagai lete-lete, badai yang dihadapi kabupaten Rote Ndao sangat kompleks dan berat. Dengan harga lete-lete yang cuma Rp 200 milyar lebih (APBD Rote Ndao), kapten kapal (bupati) diharuskan untuk membawa lete-lete ini menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Namun sayangnya kapten lete-lete ini tidak mampu untuk menerjang badai korupsi, kolusi dan nepotisme. Akibatnya lete-lete bersiap untuk karam. <br />Penumpang mulai panik. Anggaran kapal yang sudah kecil, mengalami kebocoran di berbagai sektor-sektor. Kapal mulai oleng karena kemiskinan dan busung lapar. Pada awal perjalanan, lete-lete hanya memuat 60% lebih penumpang miskin, ditengah terjangan puku afu, penumpang miskin bertambah menjadi 80% lebih (tepatnya 82,32%). Ketika penumpang berseru kepada pemimpin untuk menyelamatkan mereka, sang nakoda hanya menyerukan tahanlah dan berjuanglah trus. <br />Di lain pihak, para ABK mulai mempergunakan kesempatan untuk memperkaya diri. Dengan isu kemiskinan, mereka meminta bantuan pada kapal lain yang lebih besar yakni pemerintah pusat dan dunia untuk membantu. Ketika bantuan tiba, banyak penumpang fiktif dimunculkan untuk mendapatkan bantuan tersebut, tetapi lagi-lagi yang mendapatkan itu adalah ABK dan keluarga serta kroninya. Penumpang yang namanya dijual tetap terpuruk.<br />Para ABK dengan alasan studi banding di kapal lain ataupun antar surat, telah mengalokasikan puluhan milyar uang untuk perjalanan dinas, tanpa sadar bahwa uang sedemikian besar lebih dibutuhkan oleh masyarakat yang sementara bergelut dengan dasyatnya badai kehidupan. Hasilnya adalah lebih banyak kapten dan ABK di kapal lain dibandingkan bergumul bersama masyarakat rote ndao sebagai penumpang lete-lete untuk keluar dari selat puku afu. Akhirnya jangan heran kalau ada isu di masyarakat bahwa para pejabat mempunyai rumah/kekayaan di segala tempat. Benar atau tidak itulah isu yang dibangun dari fakta banyaknya uang yang tidak jelas peruntukan dan pertanggungjawabannya (hasil laporan BPK).<br />Budaya konsumerisme kapten dan ABK ditunjukan tanpa malu-malu didepan masyarakat, tanpa sedikitpun terpikir bahwa penumpang yang adalah rakyat Rote Ndao sementara miris dengan sikap mereka yang tidak peduli pada masyarakat yang sehari hanya bisa minum gula hopo.<br />Penumpang lete-lete dibodohi dengan janji palsu yakni diangkat menjadi honor ABK, tanpa ada pembahasan dalam APBD padahal perundang-undangan mengatur bahwa pengangatan tenaga bantu (honoer) harus mempertimbangkan keuangan daerah. Artinya telah dibahas dalam APBD dan apakah APBD mampu untuk membiayainya atau tidak. Jangankan mempertimbangkan APBD, secara Arogan sang Kapten dan ABKnya merekrut tenaga honorer dan mengeluarkan SK tanpa menunggu pembahasan anggaran. Hasilnya penumpang yang namanya tercantum dalam SK honorer telah bekerja namun hingga sekarang tidak pernah mendapatkan upah dari kerjanya. Alasan yang klise dikemukakan sang kapten ialah belum sidang anggaran, atau anda harus pilih saya sebagai kapten kalau tidak anda akan dikeluarkan dari tenaga honor kalau kapten lain yang memimpin. Kasihan penumpang. Mereka sudah sudah seperti kisah dalam alkitab yakni pohon yang meminta perlindungan pada semak belukar. <br /> Masih banyak lagi tindakan kapten yang bisa diceritakan dalam tulisan ini namun akan membuat para pendengar miris, marah dan sebagainya. Tapi ini bukan novel yang berupaya mempermainkan perasaan pembaca untuk melariskan novel. Ini hanya sebuah refleksi dari pengalaman penumpang lete-lete kabupaten Rote Ndao yang sedang berteriak minta tolong agar jangan tenggelam. Perlukah kapten ini dipertahankan? Seorang kapten yang ketika kapal hendak tenggelam malah membuat suatu kantor untuk kapten sebesar Rp 29 miliar lebih. Sebuah kantor megah dan membuat kagum orang karena kabupaten kecil ini berhasil membuat kantor yang begitu hebat dari segi pendanaannya?<br />Sudah seharusnya kapten kapal berubah pada kebijakan yang pro penumpang. Seorang kapten yang tidak mementingkan kroninya dan seorang kapten kapal yang tidak menaruh dendam kepada para ABK yang baik yang ingin perubahan dengan memberikan kritikan bagi sang kapten. Sudah seharusnya kapten memperhatikan jeritan hati masyarakat yang lagi bergumul dalam perasaan ketakutan, bukan dengan semakin menakuti mereka dengan bualan agar mereka memilihnya menjadi kapten. Kapten perlu hadir ditengah-tengah penumpang, berrefleksi terhadap perasaan penumpang yang berada di dek penumpang bagian bawah yang penuh dengan ketidakpastian. Penumpang butuh kapten yang tidak saja sebagai bos tetapi sebagai ayah yang melindungi dan menyayangi mereka.<br />Sudah semestinya sang kapten atau bupati turun dan belajar dari ketakutan penumpang agar dapat menyelamatkan lete-lete Rote Ndao yang dipimpinnya, karena itu sudah menjadi tugas dari kapten yang baik. Ini lebih baik dibanding sang kapten yang terus berada di kapal orang lain untuk sekedar studi banding ataupun nama lainnya yang intinya hanya sekedar plesir.<br />Sudah semestinya kapten sadar untuk menentukan ke mana arah lete-lete ini akan dibawah menerjang badai puku afu, dari pada masih bertanya Quo Vasis Rote Ndao ? (kemanakah Rote Ndao?). kalau tidak, GANTILAH KAPTEN ANDA SEBELUM LETE-LETE ANDA TENGGELAM...Unknownnoreply@blogger.com0